Emansipasi wanita. Sebuah pengakuan akan kesetaraan yang
menjadi dambaan seluruh kaum hawa di dunia. Sebuah cita-cita akan kebebasan dari lingkar diskriminasi
gender. Cita-cita ini diperjuangkan oleh banyak wanita di setiap lintas masa.
Dan seiring perkembangan zaman, pengakuan akan kesetaraan kedudukan antara
laki-laki dan perempuan pun mendapat apresiasi yang luar biasa.
Kini wanita dapat bebas berkarya,
menempuh pendidikan, berkarir dan memperoleh hak yang sama dengan kaum pria.
Dan hasilnya? Jangan heran jika banyak kita temukan wanita-wanita pintar,
wanita karir yang sukses, hingga seorang pemimpin wanita.
Namun jika kita
kembali berkaca pada sejarah masa lalu, maka kita akan mendapati wanita sebagai
mahluk yang tak diperhitungkan. Pada zaman jahiliyah, wanita memiliki kedudukan
yang begitu rendah dan tidak dihargai sama sekali. Masyarakat Arab jahiliyah
menganggap wanita tak lebih dari sebuah barang yang dapat dijual, dikendalikan
dan diwariskan kepada keturunannya.
Bahkan wanita
dipandang sebagai aib yang tidak memiliki hak untuk dihormati dalam masyarakat.
Mereka berasumsi bahwa wanita adalah mahluk yang lemah dan merepotkan. Dan
tragisnya, karena pemikiran kolot inilah maka mengubur bayi perempuan yang baru
lahir justru dijadikan sebuah tradisi. Dan tradisi ini banyak di anut oleh
Negara-negara Arab yang notabene merupakan kawasan awal penyebaran islam. Sungguh
miris.
Namun di era
globalisasi ini pandangan akan kedudukan wanita dalam kehidupan bermasyarakat
telah memiliki tempat tersendiri dengan kesadaran akan penghormatan kepada kaum
hawa yang juga semakin tinggi. Dan peranan wanita masa kini sungguh tak dapat
dipandang sebelah mata.
Kesetaraan Dalam
Perspektif Islam
Pengakuan akan kesetaraan antara pria
dan wanita adalah cita-cita kaum hawa. Namun, bagaimanakah islam memandang
semua itu?
Islam menempatkan
wanita pada tempat yang sangat terhormat dimana hak setiap wanita mendapat
kejelasan seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadits. Dan kesetaraan
kedudukan antara pria dan wanita pun tak menjadi larangan karena pada dasarnya
kedudukan seorang hamba Allah ditentukan oleh seberapa besar keimanannya kepada
Allah.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa pernah ada seorang
laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, siapa
orang yang paling berhak bagi aku untuk berlaku bajik kepadanya?” Nabi
menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi
menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi
menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi
menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari)
Dari hadits di atas, kita dapat
memahami bahwa hendaknya kita berbakti pada ibu kita tiga kali lebih besar dari
bakti kita kepada ayah. Hadits di atas memperjelas bahwa islam tak hanya
menghargai kesetaraan saja, namun dalam hal tertentu menempatkan wanita lebih
dari pada laki-laki.
Jika kita ingat kembali tentang nasib
wanita pada masa jahiliyah, maka kita akan melihat bahwa sesungguhnya islam
merupakan pembuka jalan akan kesetaraan gender dan pembelaan atas wanita
terhadap hak-haknya sebagai manusia.
Pada masa jahiliyah, wanita tak
mendapatkan haknya dengan baik. Selain derajatnya yang dipandang begitu rendah
dan diberlakukan dengan keji, pembunuhan akan bayi perempuan pun mewarnai zaman
kebodohan itu. Namun ketika islam datang, tradisi tersebut perlahan tapi pasti
mulai dihentikan. Selain itu, islam mengajarkan untuk menghormati wanita
seperti mereka menghormati dirinya sendiri.
Namun, meski islam tak membeda-bedakan
derajat antara laki-laki dan perempuan, namun perempuan tetap harus menyadari
akan kodrat dasar mereka sebagai perempuan. Karena seindah-indahnya perhiasan
di dunia adalah seorang wanita yang solehah dan berbakti pada suaminya.
Esay di atas pernah aku kirimkan dalam sebuah lomba menulis islam dan wanita dulu. Hasil buka2 file lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar